Selasa, 18 Desember 2012

Perayaan NATAL 25 Desember antara Dogma dan Toleransi


Hj. Irena Handono (Mantan Biarawati)
Prakata Penulis

Alhamdulillah segala puji syukur hanya kepada Allah SWT. Limpahan rakhmat dan barakah-Nya, membuat Saya mampu menyelesaikan penulisan buku ini.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. Teladan beliau yang menggugah semangat saya untuk senantiasa menyampaikan kebenaran, meskipun mengandung resiko yang pahit.

Buku yang Anda baca ini adalah buku kedua saya, menyusul buku pertama "Mempertanyakan Kebangkitan & Kenaikan Isa al Masih". Meskipun sederhana, kedua buku tersebut saya maksudkan
sebagai aktualisasi jihad saya dalam memerangi "kebodohan" umat, khususnya "kebodohan" yang disebabkan oleh dominannya paham-paham non-Islam.


Sebenarnya, jika kita mau kritis, paham-paham dominan tersebut tidak selayaknya mempengaruhi umat Islam, sebab sebagian besar hanyalah dogma-dogma. Padahal umat Islam telah dididik oleh ajaran-ajaran mulianya untuk mampu melihat sesuatu dengan sebuah dasar pijakan.

Berkaitan dengan dogma dan anti dogma itulah, saya "mencoba" menerjuni dakwah. Saya senantiasa berusaha untuk memberikan penyadaran pada umat agar tidak begitu saja membenarkan sebuah dogma apalagi mengikutinya.

Tentu saja, saya bukanlah apa-apa. Semua peran dakwah yang saya lakukan, termasuk lewat buku ini tak lepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Dengan tidak bermaksud mengecilkan peran yang lain, pada kesempatan ini saya perlu menyampaikan secara khusus ucapan terimakasih kepada yang terhormat; H Junus Jahya, Dr. M. Roem Rowi, K.H. Kosim Nurzeha, S.Ag, H. Bisri Ilyas, H. Tamat Anshari Ismail, Dr. Ir. H. Joko Sungkono, Ust. Drs. Abdus Syakur Thawil, Ust. Khairul Yunus, dr. H. Yunus, H. Suhadi, H. Harianto, dan Hj. Sumindro. Juga kepada Muhammad Syafi'I Antonio, MSc, yang berkenan memberikan pengantar buku ini. Atas dorongan dan bantuan beliau-beliau, saya mampu menyelesaikan buku ini. Semoga Allah SWT menerima dan memberi balasan yang setimpal.

Terakhir, mudah-mudahan buku yang sangat sederhana ini mampu memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Hj. Irena Handono.

Pengantar

Dr. Imaduddin Abdurrahim

Menjadi seorang muslim yang baik, sekaligus menjadi warga negara dan anggota masyarakat yang baik, tidaklah terlalu mudah. Terlebih bila harus berinteraksi dengan penganut agama lain yang harus kita sikapi dengan "bijaksana dan benar". Sebagai konsekuensi dari aqidah kita, demikian juga perwujudan kerukunan umat beragama dalam masyarakat Bhinneka Tunggal Ika.

Jurus "bijaksana dan benar" tampak harus menjadi kata kunci dan pedoman utama. Bahkan keberadaannya harus digabungkan bersama-sama, tidak boleh salah satu ditinggalkan demi mengejar kepentingan yang lain. Bila penggabungan ini gagal, tidak mustahil interaksi hubungan antar umat beragama (khususnya Islam - Kristen) akan terjadi dalam format yang salah dan terdistorsi.

Pengalaman sejarah menunjukkan "ofisialisasi" perayaan Natal bagi bukan pemeluknya (Muslim - Hindu - Budha) telah menimbulkan polema yang cukup besar antara umat Islam yang diwakili MUI dengan pemerintah di satu sisi, dan antara umat Islam dengan umat Kristiani di sisi lain. Jelas bangsa Indonesia tidak menghendaki terulang tragedi yang tidak bijaksana dan tidak benar ini. Apatah lagi kalau harus mengorbankan putra terbaik seperti Buya HAMKA pada saat bangsa Indonesia membutuhkan satu kesatuan dan kepaduan dalam memasuki PJPT II dan menghadapi era globalisasi.

Menghadapi fenomena ini Saudari Irena Handono - melalui buku kecilnya ini, Perayaan Natal 25 Desember antara Dogma dan Toleransi - mencoba mengundang segenap pembaca untuk merenung sejenak menganalisa aspek kebenaran dalam memahami suatu ajaran atau informasi atau dogma demikian juga bijaksana dalam bertindak.

Melalu studi literatur dan catatan sejarah terus mencoba mengajak kita untuk menelusiri kondisi sosial dan spiritual kaum bani Israel yang kelak kemudian hari Isa Al Masih turun di tengahnya. Secara tajam Irena mengajukan suatu tesis bahwa Juru Selamat bukanlah hak monopoli dari Jesus Chrits saja karena hal tersebut merupakan suatu "amanah" yang juga disandang oleh tokoh-tokoh lain.

Dengan penuh objektivitas, Irena mencoba mempertanyakan, bahkan mendobrak tradisi-tradisi, apakah benar kelahiran Jesus Chrits itu terjadi pada 25 Desember tahun I. Apakah tidak ada unsur-unsur luar yang mempengaruhi penetapan 25 Desember tersebut seperti unsur politis, kepercayaan terhadap Dewa Matahari atau paganisme lainnya.

Buku kecil ini juga menguji keabsahan silsilah Jesus Chrits hingga Nabi Daud dengan peran sosok Yusuf sebagai bapak biologis. Secara umum buku kecil ini sangat menantang intelektualitas kita untuk mengkaji dan memperbaiki sesuatu yang sudah terlanjur kita anggap benar, padahal masih banyak yang harus "dibenarkan". Adalah jiwa besar dan objektivitas kita yang dibutuhkan untuk melihat suatu yang benar itu benar dengan menerimanya secara konsekuen serta bertanggung jawab.

Semoga Fatwa MUI yang disertakan dapat memberikan arah dan pedoman agar kita dapat berinteraksi dengan agama lain secara bijaksana tanpa mengorbankan nilai kebenaran. Atau dengan kata lain, mudah-mudahan setelah membaca buku kecil ini kita semua akan lebih objektif dalam menganalisa suatu informasi atau ajaran, serta bijaksana dalam berinteraksi dengan pemeluknya. Amin.

Jakarta, 12 Desember 1997

Pengantar Penerbit

Apa yang ada dalam benak anda sebagai orang Islam bila ada seorang saudara kita sesama muslim, atau bahkan seorang tokoh dalam komunitas masyarakat Islam ikut merayakan natal pada tanggal 25 Desember di gereja?

Sebagian dari kita ada yang memahami atau memaknai fenomena itu sebagai solidaritas untuk kerukunan umat beragama. Artinya, sampai pada batasan tertentu umat Islam boleh berinteraksi dengan umat Kristiani, apalagi perayaan natal adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus, yang notabene dalam Islam adalah Isa Al Masih, yang diyakini termasuk salah seorang Nabi. Jika kemudian saudara kita sesama umat Islam ikut merayakan Natal, tentunya tidak apa-apa. Bukankah kita juga harus selalu mensuri tauladani peri hidup para Nabi dan Rasul.

Tetapi ada pemahaman lain, diluar kerangka doktrin yang sudah tertanam selama berabad-abad, bahwa kelahiran Yesus Kristus tanggal 25 Desember, ternyata sama sekali tidak didukung oleh data yang otentik. Bibel sebagai kitab suci umat Kristiani, yang seharusnya memperkuat doktrin umat Kristiani, ternyata juga tidak bisa membuktikannya. Yang ada hanya catatan sejarah, bahwa perayaan Natal baru disahkan pada abad ke-4 Masehi.

Pertanyaan yang muncul pun bisa bermacam-macam sifatnya. Penetapan perayaan tersebut bisa jadi terpengaruh oleh ajaran-ajaran lain. Dengan mengingat bahwa pada abad-abad tersebut "Paganisme Politheisme" sangat berpengaruh pada masyarakat saat itu. Ujungnya, tentu saja sinkretisme yang terjadi, agar perayaan tersebut bisa diterima dan dimeriahkan oleh masyarakat.

Demikianlah, setiap fenomena yang kita temui pada skala realitas pada dasarnya selalu bersifat multi wajah sehingga melahirkan beraneka pemaknaan, pemahaman dan penyikapan. Maka dibutuhkan; Pertama, sifat intelektual. Untuk supaya dapat memahami suatu fenomena secara menyeluruh, informasi yang penuh perlu dimiliki. Tidak ada harapan untuk memahami sesuatu tanpa adanya informasi itu. Kedua, yaitu diperlukan kondisi emosional yang cukup, untuk bisa berlapang dada menerima suatu kebenaran. Ketiga, adalah kemauan untuk menerima realitas tersebut, yang diorientasikan ke arah tujuan yang konstruktif.

Tujuan kami, semoga buku kecil ini, bisa memberikan informasi yang menyeluruh, bagi kepuasan intelektual para pembaca, sehingga para pembaca sekalian dapat berlapang dada untuk lebih arif dalam bersikap pada perayaan Natal 25 Desember.

ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ  
“....Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku ....” (Qs. Al-Kaafiruun : 6) *

Kami berharap agar penerbitan buku ini bermanfaat bagi kita semua; sekaligus menambah khazanah dan intelektualitas keislaman kita. Amin.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

*) Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya, dia berkata, "Selagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang thawaf di Ka'bah, beliau berpapasan dengan Al-Aswad bin Al-Muththalib bin Asad bin Abdul-Uzza dan Al-Walid bin Al-Mughirah bin Khalaf dan Al-Ash bin Wa'il As-Sahmi, yang mereka ini adalah para tetua kaumnya. Mereka berkata, "Wahai Muhammad, kesinilah ! Kami mau menyembah apa yang engkau sembah dan engkau juga harus menyembah apa yang kami sembah, sehingga kita bisa saling bersekutu dalam masalah ini. Jika apa yang engkau sembah ternyata lebih baik dari apa yang kami sembah, maka kami boleh melepas apa yang seharusnya menjadi bagian kami, dan jika apa yang kami sembah ternyata lebih baik dari apa yang engkau sembah, maka engkau harus melepas bagianmu." Lalu Allah menurunkan surat Al-Kafirun. (Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah; Bab : Dakwah Secara Terang-terangan; Sub-Bab : Beberapa Cara Menghadang Dakwah)


Pendahuluan

Perayaan Natal, sungguh wah dan gemerlap; dengan pohon-pohon cemara lengkap digantungkan hiasan-hiasan, kerlap-kerlip lampu, dan hadiah-hadiah dibawahnya. Malamnya, tepat pukul 24.00 dilakukan misa (kebaktian). Rumah-rumah pun dihias pohon cemara, juga toko dan plasa, gedung dan kantor. Acara-acara televisi marak oleh nuansa Natal. Instansi-instansi juga secara resmi merayakannya.

Begitu semaraknya perayaan tersebut, sampai-sampai, paling tidak, membawa tiga kesan: pertama, perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember adalah sebuah ritus yang berlandaskan nilai kebenaran. Kedua, perayaan Natal telah mencapai "maqam" gengsi -simbol status sosial. Sebuah simbol yang membanggakan bagi orang yang merayakannya atau bagi mereka yang turut "berpartisipasi". Sebaliknya mereka yang tidak "menyambut" perayaan Natal, terkesan tidak prestisius. Ketiga, seolah-olah mayoritas penduduk negeri ini adalah kaum Nasrani. Padahal secara statistik, jumlah mereka tak lebih dari 15 persen. Berbeda dengan realitas perayaannya yang gemerlap, sejarah Natal 25 Desember sendiri cukup buram. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak banyak kalangan - termasuk kaum Kristen sendiri- yang paham tentang sejarah perayaan Natal yang ditetapkan pada tanggal 25 Desember tersebut. Salah satu sebabnya adalah tidak adanya literatur yang membeberkan tentang Natal. Jikalau ada hanya memuat keterangan bahwa Natal adalah perayaan orang Nasrani yang jatuh pada tanggal 25 Desember sebagai peringatan hari kelahiran Yesus.

Langkanya literatur tentang Natal sebenarnya cukup menjadi alasan untuk bersikap kritis. Benarkah Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Desember? Jika jawabannya adalah ya, apa dasar hukumnya? Jika tidak bagaimana sejarah penetapan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus, yang akhirnya diperingati sebagai perayaan Natal ?

Yesus dalam sejarah bangsa Yahudi

Sebelum membahas tentang perayaan Natal dan segala kontroversi yang menyertainya, terlebih dahulu perlu saya jelaskan latar belakang kesejarahan Yesus itu sendiri. Bahwa Yesus memang lahir dan hidup di kalangan bangsa Yahudi. Oleh karena itu, untuk bisa memahami sosok Yesus, harus paham terlebih dahulu bangsa Yahudi.

Bangsa Yahudi berkeyakinan bahwa mereka adalah "bangsa pilihan" Tuhan. Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya untuk kepentingan dan kesejahteraan mereka. Dan mereka merasa sebagai subjek, sedangkan bangsa lain cukup sebagai pelengkap penderita. Lebih lanjut hanya diri mereka yang dianggap "manusia", sedangkan bangsa lain hanyalah pembantu, budak, bahkan anjing. Keyakinan seperti itulah yang membuat mereka lebih dari bangsa lain, sombong, pongah, keras kepala, bahkan kejam.

Pernyataan-pernyataan seperti tersebut diatas, bukan sebuah dramatisasi belaka, melainkan bersumber dari Bibel sendiri, diantaranya: "Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan iman dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel." (Keluaran 19:6). "Engkau akan diberkati lebih daripada segala bangsa" (Ulangan 7:14). "Engkau harus melenyapkan segala bangsa yang diserahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahhmu; janganlah engkau merasa sayang kepada mereka…." (Ulangan 7:16).

"Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro Fenesia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dan anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing. "Tetapi perempuan itu menjawab: "Benar Tuhan. Tetapi anjing yang dibawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak. "Maka kata Yesus kepada perempuan itu: "Karena kata-katamu itu pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu." (Markus 7:26-29).

Pernyataan-pernyataan Bibel tersebut di atas menjelaskan betapa bangsa Yahudi menganggap diri mereka istimewa yaitu "bangsa pilihan Tuhan". Oleh karena itu mereka boleh berbuat apa saja terhadap bangsa lain, termasuk membantai (melenyapkan). Dan semua itu dilakukan atas nama Tuhan.

Namun adakah suatu bangsa yang rela terus menerus ditindas, dijajah, ataupun diperbudak ? Demikian pula dengan bangsa Filistin (Palestina), penduduk asli negeri itu, yang setelah melalui perjuangan berat akhirnya bangsa Filistin menang. Kemenangan bangsa Filistin tersebut membuat keadaan menjadi terbalik. Bangsa Yahudi - sang penindas- kini dalam bayang-bayang tertindas. Maka mereka memohon agar Yahwe (Tuhan Israel) segera mengutus seorang Al Masih (Juru Selamat) agar mereka jaya dan berkuasa lagi.

Sederetan Al Masih

Dari Bibel, khususnya dalam Perjanjian Lama, akan kita dapatkan bahwa Al Masih itu bukan hanya Yesus. Mereka antara lain:

1. Saul Al Masih
Saul yang berhasil mengalahkan Filistin diangkat sebagai Al Masih, "Bukankah Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas umatNya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan, dan engkau akan menyelamatkannya dari tangan musuh-musuh di sekitarnya. Inilah tandanya bagimu, bahwa Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas milikNya sendiri (I Samuel 10:1).

2. Harun Al Masih
Setelah Saul menjadi Al Masih, maka Harun (saudara Musa) juga diangkat sebagai Al Masih. "Kemudian dituangkannya sedikit dari minyak urapan itu ke atas kepala Harun dan diurapinyalah dia untuk menguduskannya." (Imamat 8:12).

3. Elisa Al Masih
Kehadiran seorang Al Masih untuk masa ini ternyata tidak cukup, maka setelah Harun menjadi Al Masih, Elisa pun diangkat menjadi Al Masih. "Juga Yehu, cucu Nimzi, haruslah kau urapi menjadi raja atau Israel, dan Elisa bin Safat dari Abel Mehola, harus kau urapi menjadikan Nabi menggantikan Engkau." (I Raja-raja 19:16).

4. Daud Al Masih
Setelah Saul meninggal dunia, maka sesepuh suku-suku Israel mengangkat Daud sebagai Al Masih. "Maka datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja lalu raja Daud mengadakan perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan Tuhan; kemudian mereka mengurapi Daud menjadi raja atas Israel." (II Samuel 5:3).

5. Salomo Al Masih
Setelah Daud meninggal dunia, maka Salomo putra Daud diangkat sebagai Al Masih. Sebagaimana tercantum dalam I Raja-raja 1:39. "Imam Zadok telah membawa tabung tanduk berisi minyak dari dalam kemah, lalu diurapinya Salomo. Kemudian sangkakala ditiup, dan seluruh rakyat berseru "Hidup Raja Salomo."

6. Koresy Al Masih
Raja Syrus penyembah berhala ini diangkat sebagai Al Masih setelah meninggalnya Salomo. "Beginilah firman Tuhan: Inilah firmanKu kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresy yang tangan kanannya kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu gerbang tidak tinggal tertutup." (Yesaya 45:1).

Ayat ini dialamatkan kepada Raja Syrus yang pagan, untuk memenuhi kerinduan akan datangnya penyelamat, walaupun pada kenyataannya ayat tersebut adalah nubuat dari nabi Yesaya akan datangnya seorang Koresy (Quraisy) sebagai nabi akhir, yaitu Muhammad Saw. Amatlah mustahil jika Tuhan menyayangi seorang kafir untuk diurapi. Apalagi ternyata bahwa belum lama bangsa Yahudi dipimpin oleh Al Masih yang kafir, situasi keamanan dan politik berubah kembali dengan datangnya serbuan pasukan Romawi. Maka kembali lagi seperti pada peristiwa sebelumnya, yakni ketika bangsa Israel menangis, meraung, dan memohon kepada Yahwe untuk diberi Al-Masih atau seorang Juru Selamat untuk membebaskan mereka dari cengkeraman bangsa Romawi. Maka mereka berangan-angan dan menyusun kriteria Al Masih.

Orang-orang Israel akhirnya mengadakan kesepakatan bahwa Al Masih adalah seorang yang merupakan:
1. Raja-raja terdahulu yang dianggap "bangkit" dari kuburnya, antara lain: Daud Yesekhiel, Yosafat, atau.
2. Nabi yang "dibangkitkan", misalnya Elia atau Elisa.
3. (Harus) Keturunan Daud dan Sulaiman.

Disamping tiga kriteria tersebut, bangsa Israel juga mempunyai penghayatan bahwa kelahiran seorang pahlawan (Juru Selamat) haruslah lahir dari seorang perawan, sebagaimana pahlawan-pahlawan bangsa terduhulu yang juga terlahir dari seorang perawan.

Yesus Keturunan Daud ?

Bibel selalu mengatakan bahwa Yesus adalah anak Daud. Nubuat tentang keturunan Daud yang akan berkuasa antara lain: II Samuel 7:12-13 dan I Tawarikh 17:11-12: "Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan tahta kerajaanya untuk selama-lamanya."

Demikian pula Kisah Para Rasul 2:30 "…. Bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri di atas tahtanya” Padahal, dengan garis keturunannya (silsilah), terbukti bahwa Yesus bukan keturunan Daud, karena Maryam bukan keturunan Daud. Yang merupakan keturunan Daud adalah Yusuf, yang oleh Bibel disebut sebagai tunangan Maria (Maryam), Silsilah itu sendiri juga mengandung perbedaan. Matius (1:6-16) menurut 28 orang sedangkan menurut Lukas (3:23-31) 43 orang. Jadi terdapat selisih 15 generasi. Perhatikan silsilah Yesus pada lampiran.

Lantas mengapa Bibel membuat kekeliruan seperti itu? Sejarah menyatakan bahwa bangsa Israel merasa dirinya sebagai "bangsa pilihan" telah berabad-abad mengalami penindasan dan penjajahan bangsa-bangsa Babilonia, Yunani, siria dan Romawi. Oleh karena itu mereka selalu terkenang pada jaman keemasan di bawah kepemimpinan Daud dan berharap datangnya "Raja Israel" dari keturunan Daud yang akan melepaskan mereka dari kesengsaraan.

Jelas bahwa pengikatan Isa-Yusuf-Daud adalah rekayasa untuk melegitimasi bahwa Yesus adalah keturunan Daud, Al Masih yang dinanti-nantikan sebagai Juru Selamat.

Yesus dan Kontroversi kelahirannya

Yesus dalam tradisi sejarah umat Islam sebenarnya adalah Isa Al Masih putra Maryam. Sebutan "Isa" (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata "Esau". Dalam bahasa Latin nama itu menjadi "Yesus". Munculnya nama Yesus terjadi pada peristiwa pengadilan Isa Al Masih oleh mereka yang hadir dengan menambahkan huruf "J" pada awal dan "S" pada akhir kata "Esau" sehingga menjadi Yesus. Nama Yesus baru populer pada abad ke-2. Populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli Esau di kalangan Kristen. Sedangkan Al Qur'an dan umat Islam tetap mempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab).

Sedangkan kata Masyiakh, Messiah, atau Mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata masaha dengan tiga huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-s-h yang berarti mengusap. Dalam perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan Messiah bagi Isa menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi). Oleh orang Eropa, Yesus disebut Christus atau Kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang Penebus Dosa. (Bersambung)
(http://www.irena-center.org/index.php?action=fullnews&id=12)

Perdebatan Seputar “Ayah” Yesus

Keajaiban kelahiran Yesus ke dunia menjadi bahan aktual dalam diskusi. Sebagian ada yang mengatakan bahwa Yesus itu darah daging Yusuf tunangan Maria (Maryam). Oleh karena itu -seperti sudah saya jelaskan (kekeliruannya) di depan -Yesus memiliki silsilah dari Yusuf, dengan nenek moyang Daud. Bibel sendiri rupanya masih bingung terhadap status "ayah" Yesus.

Pada suatu kesempatan Yusuf itu diakui sebagai tunangan Maryam (Matius 1:18), tapi dilain kesempatan juga diakui sebagai suami Maryam (Matius 1:19). Terhadap persoalan ini, sebagian orang Yahudi sangat ekstrem dengan menuduh bahwa Yesus adalah anak haram, hasil hubungan gelap Maryam dengan Yusuf.

Sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa Yesus itu dilahirkan secara murni suci, tanpa campur tangan (unsur jantan) manusia. Oleh karena itu Yesus adalah "anak Tuhan". Tetapi pihak yang berpendapat demikian juga bertentangan dalam memahami dan menafsirkan kata "anak Tuhan" tersebut. Di satu pihak memahaminya secara harfiyah (literal), bahwa Yesus adalah anak secara "biologis", yakni anak yang kejadiannya memerlukan campur tangan Tuhan secara langsung kepada Maryam melalui ruh yang suci. Pemikiran tersebut nantinya melahirkan konsep ketuhanan "Trinitas": Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Suci. Akan tetapi sebagian pihak memahaminya secara kiasan (metafora). Bahwa anak, bukan dalam pengertian "biologis" atau nasab, melainkan kiasan saja. Pendapat seperti ini didasarkan oleh adanya penyebutan anak yang bukan hanya kepada Yesus, sebagaimana penjelasan Bibel di bawah ini: "Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka." (Kejadian 6: 2).

"Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka." (Kejadian 6:4).

"Aku mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; Ia berkata kepadaku: "AnakKu engkau! Engkau telah kuperanakkan pada hari ini." (Mazmur 2:7).

"Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, dimana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel. Efraim adalah anak sulungku." (Jeremia 31:9).

"Anak Eros, anak Set, Anak Adam, Anak Allah, "(Lukas 3:38).

"Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14).

"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9).

"Aku sendiri telah berfirman;"Kamu adalah Allah, dan anak-anak yang Maha Tinggi kamu sekalian." (Mazmur 82:6).

Dari paparan ayat-ayat tersebut diatas, jelaslah bahwa istilah "anak Alah" adalah ungkapan khas orang Yahudi kepada umatnya, dan jumlahnya banyak, bukan hanya Yesus.

Islam Tentang Isa dan Maryam

Islam dengan tegas menolak semua tuduhan yang tidak benar mengenai Maryam dan putranya. Islam bahkan menjunjung tinggi keduanya. Marilah kita telaah penjelasan Allah SWT dalam Al Qur'an: "Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus ruh kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata; Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertaqwa. Ia (Jibril) berkata: Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. Maryam berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorangpun manusia menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina. Jibril berkata: Demikianlah, Tuhanmu berfirman: Hal itu mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ketempat yang jauh. " ( Maryam/19:16-22 )

"Dan ( ingatlah ) ketika Malaikat (jibril) berkata: Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)." (Ali Imron/3-42)

"Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat munkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan? Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: Jadilah, maka jadi ia. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus." (Maryam/19:27-36).

Sejarah Natal
Kata natal berasal dari bahasa Latin yang berarti lahir. Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa Al Masih - yang mereka sebut Tuhan Yesus.

Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April, atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).



Kelahiran Yesus Menurut Bibel

Untuk menyibak tabir Natal pada tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai Hari Kelahiran Yesus, marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel tentang kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, 11 (Markus dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus).

Lukas 2:1-8:

Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.

Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing dikotanya sendiri.

Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung.

Ketika mereka disitu tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya didalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka dirumah penginapan.

Didaerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.

Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu yang sedang melaksanakan sensus penduduk (7M=579 Romawi). Yusuf, tunangan Maryam ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka mereka bertiga ke sana, dan lahirlah Yesus Betlehem, anak sulung Maria. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka di padang rumput.

Menurut Matius 2:1, 10, 11

Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orang-orang Majus dari Timur ke Yerusalem. Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibunya.

Jadi menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.

Cukup jelas pertentangan kedua Injil tersebut (Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, 11) dalam menjelaskan kelahiran Yesus. Namun begitu keduanya menolak kelahiran Yesus tanggal 25 Desember. Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari. Sebab jelas 25 Desember adalah musim dingin. Sedang suhu udara di kawasan Palestina pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju merupakan hal tidak mustahil.

Bagi yang memiliki wawasan luas, hati terbuka dan lapang dalam mencari kebenaran, kitab suci Al-Qur'an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Yesus (Isa alaihissalam).

"Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu (untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu." (Surat Maryam: 23-25)

Jadi menurut Al Qur'an Yesus dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya. Buah kurma yang masak gampang rontok, maka wajar jika hanya digoyang saja buah itu akan gugur. Untuk itu perlu kita cermati pendapat sarjana Kristen Dr. Arthus S. Peak, dalam Commentary on the Bible - seperti dikutip buku Bible dalam Timbangan oleh Soleh A. Nahdi (hal 23): Yesus lahir dalam bulan Elul (bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan: Agustus - September.

Sementara itu Uskup Barns dalam Rise of Christianity - seperti juga dikutip oleh Soleh A. Nahdi berpendapat sebagai berikut: There is, moreover, no authority for the belief than December 25 was the actual birthday of Jesus. If we can give any credence to the bith-story of Luke, with the shepherds keeping watch by night in the fields near Bethlehem, the birth of Jesus did not take place in winter, when the night temperature is so low in the hill country of judea that snow is not uncommon. After much argument our christmas day seems to have been accepted about A.D. 300.

(Kepercayaan, bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu dimana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang di dekat Bethlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak perbantahan tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 300 Masehi). (bersambung) 

1 komentar:

  1. Tahukah kalian Anak Allah bukan sahaja satu, dan kelahirannya jauh lebih hebat dari Yesus tanpa perlu melalui rahim ibu. Aduh.. ada anak Allah jadi sekarang ertinya Empat Tuhan dalam kesatuan ??

    ....anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah. [Luke 3:38 ]


    Sila baca hujah yang memperlihat kan ketidak aslian Injil Yunani (penuh kesilapan kerna tidak dipelihara Roh Kudus). Kenapa Roh kudus tidak bisa mebisik pada paderi agar menghasilkan kembali Injil diucap Yesus dalam bahasa asli Aramaik.

    http://media.isnet.org/antar/Anton/Anton.pdf

    BalasHapus

Free Islamic E-books