Hj. Irena Handono (Mantan Biarawati) |
Prakata Penulis
Alhamdulillah
segala puji syukur hanya kepada Allah SWT. Limpahan rakhmat dan barakah-Nya,
membuat Saya mampu menyelesaikan penulisan buku ini.
Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. Teladan beliau yang menggugah
semangat saya untuk senantiasa menyampaikan kebenaran, meskipun mengandung
resiko yang pahit.
Buku yang
Anda baca ini adalah buku kedua saya, menyusul buku pertama
"Mempertanyakan Kebangkitan & Kenaikan Isa al Masih". Meskipun
sederhana, kedua buku tersebut saya maksudkan
sebagai aktualisasi jihad saya
dalam memerangi "kebodohan" umat, khususnya "kebodohan"
yang disebabkan oleh dominannya paham-paham non-Islam.
Sebenarnya,
jika kita mau kritis, paham-paham dominan tersebut tidak selayaknya
mempengaruhi umat Islam, sebab sebagian besar hanyalah dogma-dogma. Padahal
umat Islam telah dididik oleh ajaran-ajaran mulianya untuk mampu melihat
sesuatu dengan sebuah dasar pijakan.
Berkaitan
dengan dogma dan anti dogma itulah, saya "mencoba" menerjuni dakwah.
Saya senantiasa berusaha untuk memberikan penyadaran pada umat agar tidak
begitu saja membenarkan sebuah dogma apalagi mengikutinya.
Tentu saja,
saya bukanlah apa-apa. Semua peran dakwah yang saya lakukan, termasuk lewat
buku ini tak lepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Dengan tidak
bermaksud mengecilkan peran yang lain, pada kesempatan ini saya perlu
menyampaikan secara khusus ucapan terimakasih kepada yang terhormat; H Junus
Jahya, Dr. M. Roem Rowi, K.H. Kosim Nurzeha, S.Ag, H. Bisri Ilyas, H. Tamat
Anshari Ismail, Dr. Ir. H. Joko Sungkono, Ust. Drs. Abdus Syakur Thawil, Ust.
Khairul Yunus, dr. H. Yunus, H. Suhadi, H. Harianto, dan Hj. Sumindro. Juga
kepada Muhammad Syafi'I Antonio, MSc, yang berkenan memberikan pengantar buku
ini. Atas dorongan dan bantuan beliau-beliau, saya mampu menyelesaikan buku
ini. Semoga Allah SWT menerima dan memberi balasan yang setimpal.
Terakhir,
mudah-mudahan buku yang sangat sederhana ini mampu memberikan manfaat bagi kita
semua. Amin.
Hj. Irena Handono.
Pengantar
Dr. Imaduddin Abdurrahim
Menjadi
seorang muslim yang baik, sekaligus menjadi warga negara dan anggota masyarakat
yang baik, tidaklah terlalu mudah. Terlebih bila harus berinteraksi dengan
penganut agama lain yang harus kita sikapi dengan "bijaksana dan
benar". Sebagai konsekuensi dari aqidah kita, demikian juga perwujudan
kerukunan umat beragama dalam masyarakat Bhinneka Tunggal Ika.
Jurus "bijaksana
dan benar" tampak harus menjadi kata kunci dan pedoman utama. Bahkan
keberadaannya harus digabungkan bersama-sama, tidak boleh salah satu
ditinggalkan demi mengejar kepentingan yang lain. Bila penggabungan ini gagal,
tidak mustahil interaksi hubungan antar umat beragama (khususnya Islam -
Kristen) akan terjadi dalam format yang salah dan terdistorsi.
Pengalaman
sejarah menunjukkan "ofisialisasi" perayaan Natal bagi bukan
pemeluknya (Muslim - Hindu - Budha) telah menimbulkan polema yang cukup besar
antara umat Islam yang diwakili MUI dengan pemerintah di satu sisi, dan antara
umat Islam dengan umat Kristiani di sisi lain. Jelas bangsa Indonesia tidak
menghendaki terulang tragedi yang tidak bijaksana dan tidak benar ini. Apatah
lagi kalau harus mengorbankan putra terbaik seperti Buya HAMKA pada saat bangsa
Indonesia membutuhkan satu kesatuan dan kepaduan dalam memasuki PJPT II dan
menghadapi era globalisasi.
Menghadapi
fenomena ini Saudari Irena Handono - melalui buku kecilnya ini, Perayaan Natal
25 Desember antara Dogma dan Toleransi - mencoba mengundang segenap pembaca
untuk merenung sejenak menganalisa aspek kebenaran dalam memahami suatu ajaran
atau informasi atau dogma demikian juga bijaksana dalam bertindak.
Melalu
studi literatur dan catatan sejarah terus mencoba mengajak kita untuk
menelusiri kondisi sosial dan spiritual kaum bani Israel yang kelak kemudian
hari Isa Al Masih turun di tengahnya. Secara tajam Irena mengajukan suatu tesis
bahwa Juru Selamat bukanlah hak monopoli dari Jesus Chrits saja karena hal
tersebut merupakan suatu "amanah" yang juga disandang oleh
tokoh-tokoh lain.
Dengan
penuh objektivitas, Irena mencoba mempertanyakan, bahkan mendobrak
tradisi-tradisi, apakah benar kelahiran Jesus Chrits itu terjadi pada 25
Desember tahun I. Apakah tidak ada unsur-unsur luar yang mempengaruhi penetapan
25 Desember tersebut seperti unsur politis, kepercayaan terhadap Dewa Matahari
atau paganisme lainnya.
Buku kecil
ini juga menguji keabsahan silsilah Jesus Chrits hingga Nabi Daud dengan peran
sosok Yusuf sebagai bapak biologis. Secara umum buku kecil ini sangat menantang
intelektualitas kita untuk mengkaji dan memperbaiki sesuatu yang sudah
terlanjur kita anggap benar, padahal masih banyak yang harus
"dibenarkan". Adalah jiwa besar dan objektivitas kita yang dibutuhkan
untuk melihat suatu yang benar itu benar dengan menerimanya secara konsekuen
serta bertanggung jawab.
Semoga
Fatwa MUI yang disertakan dapat memberikan arah dan pedoman agar kita dapat
berinteraksi dengan agama lain secara bijaksana tanpa mengorbankan nilai
kebenaran. Atau dengan kata lain, mudah-mudahan setelah membaca buku kecil ini
kita semua akan lebih objektif dalam menganalisa suatu informasi atau ajaran,
serta bijaksana dalam berinteraksi dengan pemeluknya. Amin.
Jakarta, 12 Desember 1997
Pengantar Penerbit
Apa yang
ada dalam benak anda sebagai orang Islam bila ada seorang saudara kita sesama
muslim, atau bahkan seorang tokoh dalam komunitas masyarakat Islam ikut
merayakan natal pada tanggal 25 Desember di gereja?
Sebagian
dari kita ada yang memahami atau memaknai fenomena itu sebagai solidaritas
untuk kerukunan umat beragama. Artinya, sampai pada batasan tertentu umat Islam
boleh berinteraksi dengan umat Kristiani, apalagi perayaan natal adalah
perayaan kelahiran Yesus Kristus, yang notabene dalam Islam adalah Isa Al
Masih, yang diyakini termasuk salah seorang Nabi. Jika kemudian saudara kita
sesama umat Islam ikut merayakan Natal, tentunya tidak apa-apa. Bukankah kita
juga harus selalu mensuri tauladani peri hidup para Nabi dan Rasul.
Tetapi ada
pemahaman lain, diluar kerangka doktrin yang sudah tertanam selama
berabad-abad, bahwa kelahiran Yesus Kristus tanggal 25 Desember, ternyata sama
sekali tidak didukung oleh data yang otentik. Bibel sebagai kitab suci umat
Kristiani, yang seharusnya memperkuat doktrin umat Kristiani, ternyata juga
tidak bisa membuktikannya. Yang ada hanya catatan sejarah, bahwa perayaan Natal
baru disahkan pada abad ke-4 Masehi.
Pertanyaan
yang muncul pun bisa bermacam-macam sifatnya. Penetapan perayaan tersebut bisa
jadi terpengaruh oleh ajaran-ajaran lain. Dengan mengingat bahwa pada abad-abad
tersebut "Paganisme Politheisme" sangat berpengaruh pada masyarakat
saat itu. Ujungnya, tentu saja sinkretisme yang terjadi, agar perayaan tersebut
bisa diterima dan dimeriahkan oleh masyarakat.
Demikianlah,
setiap fenomena yang kita temui pada skala realitas pada dasarnya selalu
bersifat multi wajah sehingga melahirkan beraneka pemaknaan, pemahaman dan
penyikapan. Maka dibutuhkan; Pertama, sifat intelektual. Untuk supaya dapat
memahami suatu fenomena secara menyeluruh, informasi yang penuh perlu dimiliki.
Tidak ada harapan untuk memahami sesuatu tanpa adanya informasi itu. Kedua,
yaitu diperlukan kondisi emosional yang cukup, untuk bisa berlapang dada
menerima suatu kebenaran. Ketiga, adalah kemauan untuk menerima realitas
tersebut, yang diorientasikan ke arah tujuan yang konstruktif.
Tujuan
kami, semoga buku kecil ini, bisa memberikan informasi yang menyeluruh, bagi
kepuasan intelektual para pembaca, sehingga para pembaca sekalian dapat
berlapang dada untuk lebih arif dalam bersikap pada perayaan Natal 25 Desember.
ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ
uÍ<ur
ÈûïÏ
ÇÏÈ
“....Untukmulah agamamu dan
untukkulah agamaku ....” (Qs. Al-Kaafiruun : 6) *
Kami berharap
agar penerbitan buku ini bermanfaat bagi kita semua; sekaligus menambah
khazanah dan intelektualitas keislaman kita. Amin.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
*)
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya, dia berkata, "Selagi Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang thawaf di Ka'bah, beliau berpapasan dengan
Al-Aswad bin Al-Muththalib bin Asad bin Abdul-Uzza dan Al-Walid bin Al-Mughirah
bin Khalaf dan Al-Ash bin Wa'il As-Sahmi, yang mereka ini adalah para tetua
kaumnya. Mereka berkata, "Wahai Muhammad, kesinilah ! Kami mau menyembah
apa yang engkau sembah dan engkau juga harus menyembah apa yang kami sembah,
sehingga kita bisa saling bersekutu dalam masalah ini. Jika apa yang engkau
sembah ternyata lebih baik dari apa yang kami sembah, maka kami boleh melepas
apa yang seharusnya menjadi bagian kami, dan jika apa yang kami sembah ternyata
lebih baik dari apa yang engkau sembah, maka engkau harus melepas
bagianmu." Lalu Allah menurunkan surat Al-Kafirun. (Syaikh Shafiyyurrahman
al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah; Bab : Dakwah Secara Terang-terangan;
Sub-Bab : Beberapa Cara Menghadang Dakwah)
Pendahuluan
Perayaan
Natal, sungguh wah dan gemerlap; dengan pohon-pohon cemara lengkap digantungkan
hiasan-hiasan, kerlap-kerlip lampu, dan hadiah-hadiah dibawahnya. Malamnya,
tepat pukul 24.00 dilakukan misa (kebaktian). Rumah-rumah pun dihias pohon
cemara, juga toko dan plasa, gedung dan kantor. Acara-acara televisi marak oleh
nuansa Natal. Instansi-instansi juga secara resmi merayakannya.
Begitu
semaraknya perayaan tersebut, sampai-sampai, paling tidak, membawa tiga kesan:
pertama, perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember adalah sebuah ritus
yang berlandaskan nilai kebenaran. Kedua, perayaan Natal telah mencapai
"maqam" gengsi -simbol status sosial. Sebuah simbol yang membanggakan
bagi orang yang merayakannya atau bagi mereka yang turut
"berpartisipasi". Sebaliknya mereka yang tidak "menyambut"
perayaan Natal, terkesan tidak prestisius. Ketiga, seolah-olah mayoritas
penduduk negeri ini adalah kaum Nasrani. Padahal secara statistik, jumlah
mereka tak lebih dari 15 persen. Berbeda dengan realitas perayaannya yang
gemerlap, sejarah Natal 25 Desember sendiri cukup buram. Hampir dapat
dipastikan bahwa tidak banyak kalangan - termasuk kaum Kristen sendiri- yang
paham tentang sejarah perayaan Natal yang ditetapkan pada tanggal 25 Desember
tersebut. Salah satu sebabnya adalah tidak adanya literatur yang membeberkan
tentang Natal. Jikalau ada hanya memuat keterangan bahwa Natal adalah perayaan
orang Nasrani yang jatuh pada tanggal 25 Desember sebagai peringatan hari
kelahiran Yesus.
Langkanya
literatur tentang Natal sebenarnya cukup menjadi alasan untuk bersikap kritis.
Benarkah Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Desember? Jika jawabannya adalah ya,
apa dasar hukumnya? Jika tidak bagaimana sejarah penetapan 25 Desember sebagai
hari kelahiran Yesus, yang akhirnya diperingati sebagai perayaan Natal ?
Yesus dalam sejarah bangsa
Yahudi
Sebelum
membahas tentang perayaan Natal dan segala kontroversi yang menyertainya,
terlebih dahulu perlu saya jelaskan latar belakang kesejarahan Yesus itu
sendiri. Bahwa Yesus memang lahir dan hidup di kalangan bangsa Yahudi. Oleh
karena itu, untuk bisa memahami sosok Yesus, harus paham terlebih dahulu bangsa
Yahudi.
Bangsa
Yahudi berkeyakinan bahwa mereka adalah "bangsa pilihan" Tuhan. Tuhan
menciptakan alam semesta beserta isinya untuk kepentingan dan kesejahteraan mereka.
Dan mereka merasa sebagai subjek, sedangkan bangsa lain cukup sebagai pelengkap
penderita. Lebih lanjut hanya diri mereka yang dianggap "manusia",
sedangkan bangsa lain hanyalah pembantu, budak, bahkan anjing. Keyakinan
seperti itulah yang membuat mereka lebih dari bangsa lain, sombong, pongah,
keras kepala, bahkan kejam.
Pernyataan-pernyataan
seperti tersebut diatas, bukan sebuah dramatisasi belaka, melainkan bersumber
dari Bibel sendiri, diantaranya: "Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan iman
dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada
orang Israel." (Keluaran 19:6). "Engkau akan diberkati lebih daripada
segala bangsa" (Ulangan 7:14). "Engkau harus melenyapkan segala
bangsa yang diserahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahhmu; janganlah engkau merasa
sayang kepada mereka…." (Ulangan 7:16).
"Perempuan
itu seorang Yunani bangsa Siro Fenesia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir
setan itu dan anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak
kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak
dan melemparkannya kepada anjing. "Tetapi perempuan itu menjawab:
"Benar Tuhan. Tetapi anjing yang dibawah meja juga makan remah-remah yang
dijatuhkan anak-anak. "Maka kata Yesus kepada perempuan itu: "Karena
kata-katamu itu pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari
anakmu." (Markus 7:26-29).
Pernyataan-pernyataan
Bibel tersebut di atas menjelaskan betapa bangsa Yahudi menganggap diri mereka
istimewa yaitu "bangsa pilihan Tuhan". Oleh karena itu mereka boleh
berbuat apa saja terhadap bangsa lain, termasuk membantai (melenyapkan). Dan
semua itu dilakukan atas nama Tuhan.
Namun
adakah suatu bangsa yang rela terus menerus ditindas, dijajah, ataupun
diperbudak ? Demikian pula dengan bangsa Filistin (Palestina), penduduk asli
negeri itu, yang setelah melalui perjuangan berat akhirnya bangsa Filistin
menang. Kemenangan bangsa Filistin tersebut membuat keadaan menjadi terbalik.
Bangsa Yahudi - sang penindas- kini dalam bayang-bayang tertindas. Maka mereka
memohon agar Yahwe (Tuhan Israel) segera mengutus seorang Al Masih (Juru
Selamat) agar mereka jaya dan berkuasa lagi.
Sederetan Al Masih
Dari Bibel,
khususnya dalam Perjanjian Lama, akan kita dapatkan bahwa Al Masih itu bukan
hanya Yesus. Mereka antara lain:
1. Saul Al Masih
Saul yang berhasil mengalahkan
Filistin diangkat sebagai Al Masih, "Bukankah Tuhan telah mengurapi engkau
menjadi raja atas umatNya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas
umat Tuhan, dan engkau akan menyelamatkannya dari tangan musuh-musuh di
sekitarnya. Inilah tandanya bagimu, bahwa Tuhan telah mengurapi engkau menjadi
raja atas milikNya sendiri (I Samuel 10:1).
2. Harun Al Masih
Setelah Saul menjadi Al Masih,
maka Harun (saudara Musa) juga diangkat sebagai Al Masih. "Kemudian
dituangkannya sedikit dari minyak urapan itu ke atas kepala Harun dan
diurapinyalah dia untuk menguduskannya." (Imamat 8:12).
3. Elisa Al Masih
Kehadiran seorang Al Masih
untuk masa ini ternyata tidak cukup, maka setelah Harun menjadi Al Masih, Elisa
pun diangkat menjadi Al Masih. "Juga Yehu, cucu Nimzi, haruslah kau urapi
menjadi raja atau Israel, dan Elisa bin Safat dari Abel Mehola, harus kau urapi
menjadikan Nabi menggantikan Engkau." (I Raja-raja 19:16).
4. Daud Al Masih
Setelah Saul meninggal dunia,
maka sesepuh suku-suku Israel mengangkat Daud sebagai Al Masih. "Maka
datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja lalu raja Daud mengadakan
perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan Tuhan; kemudian mereka mengurapi
Daud menjadi raja atas Israel." (II Samuel 5:3).
5. Salomo Al Masih
Setelah Daud meninggal dunia,
maka Salomo putra Daud diangkat sebagai Al Masih. Sebagaimana tercantum dalam I
Raja-raja 1:39. "Imam Zadok telah membawa tabung tanduk berisi minyak dari
dalam kemah, lalu diurapinya Salomo. Kemudian sangkakala ditiup, dan seluruh
rakyat berseru "Hidup Raja Salomo."
6. Koresy Al Masih
Raja Syrus penyembah berhala
ini diangkat sebagai Al Masih setelah meninggalnya Salomo. "Beginilah
firman Tuhan: Inilah firmanKu kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresy yang
tangan kanannya kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan
melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu
gerbang tidak tinggal tertutup." (Yesaya 45:1).
Ayat ini
dialamatkan kepada Raja Syrus yang pagan, untuk memenuhi kerinduan akan
datangnya penyelamat, walaupun pada kenyataannya ayat tersebut adalah nubuat
dari nabi Yesaya akan datangnya seorang Koresy (Quraisy) sebagai nabi akhir,
yaitu Muhammad Saw. Amatlah mustahil jika Tuhan menyayangi seorang kafir untuk
diurapi. Apalagi ternyata bahwa belum lama bangsa Yahudi dipimpin oleh Al Masih
yang kafir, situasi keamanan dan politik berubah kembali dengan datangnya
serbuan pasukan Romawi. Maka kembali lagi seperti pada peristiwa sebelumnya, yakni
ketika bangsa Israel menangis, meraung, dan memohon kepada Yahwe untuk diberi
Al-Masih atau seorang Juru Selamat untuk membebaskan mereka dari cengkeraman
bangsa Romawi. Maka mereka berangan-angan dan menyusun kriteria Al Masih.
Orang-orang Israel akhirnya
mengadakan kesepakatan bahwa Al Masih adalah seorang yang merupakan:
1. Raja-raja terdahulu yang
dianggap "bangkit" dari kuburnya, antara lain: Daud Yesekhiel,
Yosafat, atau.
2. Nabi yang
"dibangkitkan", misalnya Elia atau Elisa.
3. (Harus) Keturunan Daud dan
Sulaiman.
Disamping
tiga kriteria tersebut, bangsa Israel juga mempunyai penghayatan bahwa
kelahiran seorang pahlawan (Juru Selamat) haruslah lahir dari seorang perawan,
sebagaimana pahlawan-pahlawan bangsa terduhulu yang juga terlahir dari seorang
perawan.
Yesus Keturunan Daud ?
Bibel
selalu mengatakan bahwa Yesus adalah anak Daud. Nubuat tentang keturunan Daud
yang akan berkuasa antara lain: II Samuel 7:12-13 dan I Tawarikh 17:11-12:
"Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian
bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu
yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah
yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan tahta
kerajaanya untuk selama-lamanya."
Demikian
pula Kisah Para Rasul 2:30 "…. Bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari
keturunan Daud sendiri di atas tahtanya” Padahal, dengan garis keturunannya
(silsilah), terbukti bahwa Yesus bukan keturunan Daud, karena Maryam bukan
keturunan Daud. Yang merupakan keturunan Daud adalah Yusuf, yang oleh Bibel
disebut sebagai tunangan Maria (Maryam), Silsilah itu sendiri juga mengandung
perbedaan. Matius (1:6-16) menurut 28 orang sedangkan menurut Lukas (3:23-31)
43 orang. Jadi terdapat selisih 15 generasi. Perhatikan silsilah Yesus pada
lampiran.
Lantas
mengapa Bibel membuat kekeliruan seperti itu? Sejarah menyatakan bahwa bangsa
Israel merasa dirinya sebagai "bangsa pilihan" telah berabad-abad
mengalami penindasan dan penjajahan bangsa-bangsa Babilonia, Yunani, siria dan
Romawi. Oleh karena itu mereka selalu terkenang pada jaman keemasan di bawah
kepemimpinan Daud dan berharap datangnya "Raja Israel" dari keturunan
Daud yang akan melepaskan mereka dari kesengsaraan.
Jelas bahwa
pengikatan Isa-Yusuf-Daud adalah rekayasa untuk melegitimasi bahwa Yesus adalah
keturunan Daud, Al Masih yang dinanti-nantikan sebagai Juru Selamat.
Yesus dan Kontroversi
kelahirannya
Yesus dalam
tradisi sejarah umat Islam sebenarnya adalah Isa Al Masih putra Maryam. Sebutan
"Isa" (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata
"Esau". Dalam bahasa Latin nama itu menjadi "Yesus".
Munculnya nama Yesus terjadi pada peristiwa pengadilan Isa Al Masih oleh mereka
yang hadir dengan menambahkan huruf "J" pada awal dan "S"
pada akhir kata "Esau" sehingga menjadi Yesus. Nama Yesus baru
populer pada abad ke-2. Populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli
Esau di kalangan Kristen. Sedangkan Al Qur'an dan umat Islam tetap
mempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab).
Sedangkan
kata Masyiakh, Messiah, atau Mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata masaha
dengan tiga huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-s-h yang berarti mengusap.
Dalam perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan Messiah bagi Isa
menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi). Oleh orang
Eropa, Yesus disebut Christus atau Kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang
Penebus Dosa. (Bersambung)
(http://www.irena-center.org/index.php?action=fullnews&id=12)
Perdebatan Seputar “Ayah” Yesus
Keajaiban
kelahiran Yesus ke dunia menjadi bahan aktual dalam diskusi. Sebagian ada yang
mengatakan bahwa Yesus itu darah daging Yusuf tunangan Maria (Maryam). Oleh
karena itu -seperti sudah saya jelaskan (kekeliruannya) di depan -Yesus
memiliki silsilah dari Yusuf, dengan nenek moyang Daud. Bibel sendiri rupanya
masih bingung terhadap status "ayah" Yesus.
Pada suatu
kesempatan Yusuf itu diakui sebagai tunangan Maryam (Matius 1:18), tapi dilain
kesempatan juga diakui sebagai suami Maryam (Matius 1:19). Terhadap persoalan
ini, sebagian orang Yahudi sangat ekstrem dengan menuduh bahwa Yesus adalah
anak haram, hasil hubungan gelap Maryam dengan Yusuf.
Sebagian
lagi ada yang berpendirian bahwa Yesus itu dilahirkan secara murni suci, tanpa
campur tangan (unsur jantan) manusia. Oleh karena itu Yesus adalah "anak
Tuhan". Tetapi pihak yang berpendapat demikian juga bertentangan dalam
memahami dan menafsirkan kata "anak Tuhan" tersebut. Di satu pihak
memahaminya secara harfiyah (literal), bahwa Yesus adalah anak secara
"biologis", yakni anak yang kejadiannya memerlukan campur tangan
Tuhan secara langsung kepada Maryam melalui ruh yang suci. Pemikiran tersebut
nantinya melahirkan konsep ketuhanan "Trinitas": Tuhan Bapak, Tuhan
Anak, dan Tuhan Roh Suci. Akan tetapi sebagian pihak memahaminya secara kiasan
(metafora). Bahwa anak, bukan dalam pengertian "biologis" atau nasab,
melainkan kiasan saja. Pendapat seperti ini didasarkan oleh adanya penyebutan
anak yang bukan hanya kepada Yesus, sebagaimana penjelasan Bibel di bawah ini:
"Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu
cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu,
siapa saja yang disukai mereka." (Kejadian 6: 2).
"Pada
waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya,
ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia dan
perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka." (Kejadian 6:4).
"Aku
mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; Ia berkata kepadaku: "AnakKu
engkau! Engkau telah kuperanakkan pada hari ini." (Mazmur 2:7).
"Dengan
menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan
memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, dimana mereka tidak akan
tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel. Efraim adalah anak
sulungku." (Jeremia 31:9).
"Anak Eros, anak Set,
Anak Adam, Anak Allah, "(Lukas 3:38).
"Semua orang yang
dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14).
"Berbahagialah orang yang
membawa damai, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah." (Matius
5:9).
"Aku sendiri telah
berfirman;"Kamu adalah Allah, dan anak-anak yang Maha Tinggi kamu
sekalian." (Mazmur 82:6).
Dari
paparan ayat-ayat tersebut diatas, jelaslah bahwa istilah "anak Alah"
adalah ungkapan khas orang Yahudi kepada umatnya, dan jumlahnya banyak, bukan
hanya Yesus.
Islam Tentang Isa dan
Maryam
Islam
dengan tegas menolak semua tuduhan yang tidak benar mengenai Maryam dan
putranya. Islam bahkan menjunjung tinggi keduanya. Marilah kita telaah
penjelasan Allah SWT dalam Al Qur'an: "Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di
dalam Al Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu
tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka;
lalu kami mengutus ruh kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya
(dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata; Sesungguhnya aku
berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang
bertaqwa. Ia (Jibril) berkata: Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. Maryam berkata:
Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah
seorangpun manusia menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina. Jibril
berkata: Demikianlah, Tuhanmu berfirman: Hal itu mudah bagiKu; dan agar dapat
Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan
hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. Maka Maryam mengandungnya,
lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ketempat yang jauh. " (
Maryam/19:16-22 )
"Dan (
ingatlah ) ketika Malaikat (jibril) berkata: Hai Maryam, sesungguhnya Allah
telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di
dunia (yang semasa dengan kamu)." (Ali Imron/3-42)
"Maka
Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata:
Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat munkar. Hai
saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan
ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya.
Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di
dalam ayunan? Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al
Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati
di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan dia tidak
menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan
pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. Itulah Isa putra Maryam, yang
mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang
kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia
telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: Jadilah, maka jadi
ia. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu
sekalian. Ini adalah jalan yang lurus." (Maryam/19:27-36).
Sejarah Natal
Kata natal berasal dari bahasa
Latin yang berarti lahir. Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan
oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa Al Masih - yang mereka
sebut Tuhan Yesus.
Peringatan Natal baru tercetus
antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember,
sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga
diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April, atau 18 Mei. Oleh
Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai
kelahiran Yesus (Natal).
Kelahiran Yesus Menurut
Bibel
Untuk
menyibak tabir Natal pada tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai Hari
Kelahiran Yesus, marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel tentang
kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, 11 (Markus
dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus).
Lukas 2:1-8:
Pada waktu
itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua
orang di seluruh dunia.
Inilah pendaftaran
yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka
pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing dikotanya sendiri.
Demikian
juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang
bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-supaya
didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung.
Ketika
mereka disitu tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan
seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin
dan dibaringkannya didalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka
dirumah penginapan.
Didaerah
itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada
waktu malam.
Jadi, menurut
Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu yang sedang
melaksanakan sensus penduduk (7M=579 Romawi). Yusuf, tunangan Maryam ibu Yesus
berasal dari Betlehem, maka mereka bertiga ke sana, dan lahirlah Yesus
Betlehem, anak sulung Maria. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan
membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari
kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga
kawanan ternak mereka di padang rumput.
Menurut Matius 2:1, 10, 11
Sesudah
Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah
orang-orang Majus dari Timur ke Yerusalem. Ketika mereka melihat bintang itu,
sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat
Anak itu bersama Maria, ibunya.
Jadi
menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus yang disebut
Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi), ditandai dengan
bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.
Cukup jelas
pertentangan kedua Injil tersebut (Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, 11) dalam
menjelaskan kelahiran Yesus. Namun begitu keduanya menolak kelahiran Yesus
tanggal 25 Desember. Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan
bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang
dilepas bebas di padang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang
gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiam di padang
rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan
matahari. Sebab jelas 25 Desember adalah musim dingin. Sedang suhu udara di
kawasan Palestina pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju
merupakan hal tidak mustahil.
Bagi yang
memiliki wawasan luas, hati terbuka dan lapang dalam mencari kebenaran, kitab
suci Al-Qur'an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Yesus (Isa
alaihissalam).
"Maka
rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal
pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini,
dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril
menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati,
sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu (untuk minum). Dan
goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan
buah kurma yang masak kepadamu." (Surat Maryam: 23-25)
Jadi
menurut Al Qur'an Yesus dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma
berbuah dengan lebatnya. Buah kurma yang masak gampang rontok, maka wajar jika
hanya digoyang saja buah itu akan gugur. Untuk itu perlu kita cermati pendapat
sarjana Kristen Dr. Arthus S. Peak, dalam Commentary on the Bible - seperti
dikutip buku Bible dalam Timbangan oleh Soleh A. Nahdi (hal 23): Yesus lahir
dalam bulan Elul (bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan: Agustus - September.
Sementara
itu Uskup Barns dalam Rise of Christianity - seperti juga dikutip oleh Soleh A.
Nahdi berpendapat sebagai berikut: There is, moreover, no authority for the
belief than December 25 was the actual birthday of Jesus. If we can give any
credence to the bith-story of Luke, with the shepherds keeping watch by night
in the fields near Bethlehem, the birth of Jesus did not take place in winter,
when the night temperature is so low in the hill country of judea that snow is
not uncommon. After much argument our christmas day seems to have been accepted
about A.D. 300.
(Kepercayaan,
bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya. Kalau
kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu dimana gembala-gembala waktu
malam menjaga di padang di dekat Bethlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak
di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali
sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak
perbantahan tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun
300 Masehi). (bersambung)
Tahukah kalian Anak Allah bukan sahaja satu, dan kelahirannya jauh lebih hebat dari Yesus tanpa perlu melalui rahim ibu. Aduh.. ada anak Allah jadi sekarang ertinya Empat Tuhan dalam kesatuan ??
BalasHapus....anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah. [Luke 3:38 ]
Sila baca hujah yang memperlihat kan ketidak aslian Injil Yunani (penuh kesilapan kerna tidak dipelihara Roh Kudus). Kenapa Roh kudus tidak bisa mebisik pada paderi agar menghasilkan kembali Injil diucap Yesus dalam bahasa asli Aramaik.
http://media.isnet.org/antar/Anton/Anton.pdf